Kamis, 07 Oktober 2010

Pengaruh peninggalan islam di indonesia

Ada beberapa versi yang berkembang hingga kini. Ada teori yang berpendapat bahwa Islam itu sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 Masehi. Tetapi, ada juga yang menyebutkan di abad ke- 8, abad ke-13, dan abad ke-14," kata guru besar ilmu sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Prof Susanto Zuhdi, kepada Republika.
Kesemua teori itu, menurutnya, masih harus didukung dengan bukti-bukti fisik, seperti batu prasasti ataupun batu nisan. Bukti-bukti fisik ini, diakuinya, memang masih minim. Salah satu bukti fisik yang menunjukkan kapan Islam masuk ke wilayah Indonesia adalah sebuah batu nisan dari Fatimah binti Maimun Hibatullah yang wafat pada 475 H/1082 M yang ditemukan di Leran, Gresik. Makam tersebut terdapat di kelompok makam di Leran, bersama-sama dengan beberapa makam yang tidak berang-ka tahun. Jenis nisan pada makam-makam tersebut seperti yang ditemukan di Campa, berisi tulisan yang berupa doa-doa kepada Allah.
"Tapi, temuan harta karun Kerajaan Tiongkok dan Kerajaan Persia dari bangkai kapal karam berusia seribu tahun di perairan Cirebon baru-baru ini menunjukkan bahwa Islam sudah ada di Indonesia sejak abad ke-9," tambahnya. Senada dengan Susanto, sejarawan Anhar Gonggong mengakui hingga saat ini belum ada kesepakatan bersama mengenai kapan masuknya Islam ke wilayah Indonesia. "Sejak 1961 perbedaan tersebut sudah muncul. Ada yang berpatokan pada abad ke-7, ke-8 atau ke-13 dan ke-14. Bahkan, almarhum Buya Hamka meyakini Islam sudah masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad.ke-7 Masehi," ujarnya.
Perbedaan pendapat tersebut, menurut Anhar, sangat wajar. Mengingat ajaran Islam masuk dan diterima oleh masyarakat di wilayah nusantara melalui proses bertahap. Adanya proses yang bertahap ini, ungkapnya, didasarkan pada bukti-bukti fisik yang ditemukan oleh para ahli arkeologi. Sementara Hasan Muarif Ambary menyatakan, sekitar abad pertama tahun Hijriah atau abad ke-7 M, meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu besar, kawasan Asia Tenggara mulai berkenalan dengan tradisi Islam. Hal ini terjadi ketika para pedagang Muslim, yang berlayar.di kawasan ini, singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di Semenanjung Melayu dan nusantara, berlangsung beberapa abad kemudian. Dan, sejak saat itulah peradaban Islam mulai dikenal dan berkembang luas di wilayah nusantara.
Upaya pengenalan ajaran Islam ini dilakukan melalui fase-fase kontak sosial budaya antara para pedagang Muslim dan penduduk setempat. Salah satu bentuk kontak sosial budaya yang berlangsung di antara mereka adalah melalui perkawinan.
Menurut Hasan Ambary, dalam kurun waktu abad ke-7 hingga ke-10 M sangat mungkin terdapat hubungan perkawinan antara pedagang Muslim asing dan penduduk setempat, sehingga menjadikan mereka beralih menjadi Muslim. Pengaruh Islam mulai kuat mengakar di wilayah nusantara selama kurun waktu abad ke-13 M hingga ke-16 M. Hal ini ditandai dengan mulai berdirinya beberapa kerajaan Islam di sejumlah wilayah di nusantara. Sebut saja di antaranya Kerajaan Samudra Pasai di wilayah Aceh Utara pada awal abad ke-13 dan Kerajaan Malaka pada awal abad ke-14 di Semenanjung Malaysia. Sultan Mansyur Syah (wafat 1477 M) adalah sultan keenam Kerajaan Malaka yang membuat Islam sangat berkembang di pesisir timur Sumatra dan Semenanjung Malaka. Keberadaan ajaran Islam di Samudra Pasai, menurut pakar arkeologi Islam Dr H Uka Tjandrasasmita dalam bukunya yang berjudul Penelitian Arkeologi Islam di Indonesia Dari Masa ke Masa, juga bisa diketahui dari penelitian yang dilakukan Snouck Hurgronje sejak 1907 mengenai nisan yang memuat angka tahun Hijriah yang tahun Masehinya 1407 dan 1428. Salah satu nama yang tertera pada batu nisan tersebut adalah Abdallah ibn Muhammad ibn Abd-al- Qadir ibn Abd-al- Aziz ibn al-Munsir Abu Jafar al-Abbas al-Muntasir billah-amir al muminin khalifah rabb alalamiin! Nama ini memberikan bukti adanya seseorang yang wafat di Samudra Pasai dari keturunan khalifah-khali-fah bani Abbasiyah. Kerajaan-kerajaan Islam di wilayah nusantara tidak hanya muncul di wilayah pesisir utara Aceh, namun juga di sejumlah tempat yang masuk wilayah Indonesia bagian timur saat ini, sebagaimana yang ditulis oleh seorang orientalis bernama Tom Pires dalam buku perjalanannya yang berjudul The Suma Oriental of Tom Pires An Account of The East, From Red Sea to Japan, Written in Malacca and India in 1512-1515. Dalam buku tersebut, Pires menceritakan mengenai masalah komoditas-komoditas perdagangan impor dan ekspor, alat tukar yaitu mata uang, pemeritahan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam maupun non-Islam, kota-kota dengan kependuduk-annya. Ada kalanya ia juga menceritakan tembok-tembok keliling beberapa kota yang berada di pesisir utara Jawa serta keberadaan kota-kota lainnya seperti Ternate dan Tidore di daerah Maluku.
Sementara di bagian lain di daerah Indonesia, seperti di Jawa, menurut Hasan Ambary, saat itu sudah memperlihatkan bukti kuatnya peranan kelompok masyarakat Muslim, terutama di pesisir utara. Pusat-pusat perdagangan di pesisir utara, yakni Gresik, Demak, Cirebon, dan Banten sejak akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16 telah menunjukkan kegiatan keagamaan oleh para walidi Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar