BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins & Kummar (1995), leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.
Klasifikasi :
1. Leukemia Limfosit Akut (ALL)
2. Leukemia Limfosit Kronik (CLL)
3. Leukemia Mielosit (mieloblastik) Akut (AML)
4. Leukemia Mielosit Kronik (CML)
B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyakit leukemia ?
2. Apakah gejala-gejala leukemia ?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit leukemia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui penyakit leukemia.
2. Mengetahui penyebab penyakit leukemia.
3. Mengetahui penatalaksanaan penyakit leukemia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. 1. Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
6. Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s), Trisomi G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia.
C. Jenis Leukemia
1. Leukemia Mielogenus Akut
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Kronis
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3. Luekemia Limfositik Akut
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal..
4. Leukemia Limfositik Kronis
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.
D. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi yang tidak terbatas dari sel darah putih yang immatur pada jaringan pembentuk darah. Walaupun bukan berwujud sebagai tumor sebagaimana biasanya, sel leukemia menunjukkan property suatu neoplasma dari kanker yang solid. Manifestasi klinik yang timbul merupakan akibat dari infiltrasi atau penggantian dari jaringan-jaringan tubuh oleh sel leukemia yang non-fungsional. Organ vaskuler atas seperti limpa dan hati merupakan organ yang sering diserang oleh sel ini.
Ada dua miskonsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia ini yaitu 1)Walaupun leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur. 2)Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler. Destruksi celluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekwensi kompetisi untuk mendapatkan element makanan metabolik.
E. Tanda dan Gejala
1. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.
2. Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.
3. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan haluaran urin.
4. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas.
5. Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan disfagia
6. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia, aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
7. Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah
8. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan bunyi nafas
9. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam, infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
10. Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
G. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pelaksanaan kemoterapi
2. Irradiasi kranial
3. Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
a. Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
H. Pengkajian
1. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot)
3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus
5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
6. Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri.
I. Diagnosa
1. Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi, peneknan sumsum tulang.
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
a. Normotermia
b. Hasil kultur negatif
c. Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a. Tempatkan pada ruangan yang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung.
c. Awsi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental samar.
d. Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
f. Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
g. Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau Hibiclens bila diindiksikan.
j. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
k. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
l. Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
o Awasi pemeriksaan laboratorium misal : hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
o Kaji ulang seri foto dada.
o Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik.
o Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.
o Berikan diet rendah bakteri misal makanan dimasak, diproses
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan : muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan : mual,anoreksia ; peningkatan kebutuhan cairan : demam, hipermetabolik
Tujuan : volume cairan terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Volume cairan adekuat
b. Mukosa lembab
c. Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt
d. Nadi teraba
e. Haluaran urin 30 ml/jam
f. Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
a. Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin.
b. Timbang berat badan tiap hari
c. Awasi TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invsif.
g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet halus.
j. Kolaborasi :
o Berikan cairan IV sesuai indikasi
o Awasi pemeriksaan laboratorium : trombosit, Hb/Ht, pembekuan.
o Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
o Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan)
o Berikan obat sesuai indikasi : Ondansetron, allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium biukarbonat, pelunak feses.
3. Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ/nodus limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemia; agen kimia pengobatan antileukemik
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b. Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
c. Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah.
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan pada posis nyaman dan sokong sendi, ekstremitas dengan bantal.
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan ( pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan pasien sendiri
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien.
i. Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri contoh latihan relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k. Kolaborasi :
o Awasi kadar asam urat
o Berikan obat sesuai indikasi : analgesik (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfon)
o Agen antiansietas (diazepam, lorazepam)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, peningkatan laju metabolik
Tujuan : pasien mampu mentoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
a. Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
b. Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
c. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan dan TD dalam batas normal
Intervensi :
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas.berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa ganggaun
b. Implementasikan teknik penghematan energi, contoh lebih baik duduk daripada berdiri, pengunaan kursi untuk madi
c. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelum makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi
d. Kolaborasi : berikan oksigen tambahan
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil :
a. TD 90/60mmHg
b. Nadi 100 x/mnt
c. Ekskresi dan sekresi negtif terhadap darah
d. Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan)
e. Hb 14-18 gr%
Intervensi :
f. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ ml, resiko terjadi perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
g. Minta pasien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
h. Inspeksi kulit, mulut, hidung urin, feses, muntahan dan tempat tusukan IV terhadap perdarahan
i. Pantau TV interval sering dan waspadai tanda perdarahan.
j. Gunakan jarum ukuran kecil
k. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan tekan perlahan.
l. Beri bantalan tempat tidur untuk cegah trauma
m. Anjurkan pada pasien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan terhentinya aliran darah sekunder adanya destruksi SDM
Tujuan : perfusi adekuat
Kriteria hasil :
a. Masukan dan haluaran seimbang
b. Haluaran urin 30 ml/jam
c. Kapileri refill < 2 detik
d. Tanda vital stabil
e. Nadi perifer kuat terpalpasi
f. Kulit hangat dan tidak ada sianosis
Intervensi :
a. Awasi tanda vital
b. Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian kapiler
c. Catat perubahan tingkat kesadaran
d. Pertahankan masukan cairan adekuat
e. Evaluasi terjadinya edema
f. Kolaborasi :
o Awasi pemeriksaan laboratorium ; GDA, AST/ALT, CPK, BUN
o Elektrolit serum, berikan pengganti sesuai indikasi
o Berikan cairan hipoosmolar
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang didapatkan sementara dan manifestasi klinis yang ada, pasien dalam kasus mengalami leukemia limfoblastik akut (ALL).
Selasa, 23 November 2010
ASKEP DIC
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyakit DIC ?
2. Apakah gejala-gejala DIC ?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan keperawatan DIC ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui penyakit DIC.
2. Mengetahui penyebab penyakit DIC.
3. Mengetahui penatalaksanaan penyakit DIC.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi DIC
Koagulasi intravaskuler yang menyebar (DIC), juga dikenal sebagai koagulopati konsumtif, adalah patologis aktivasi koagulasi (pembekuan darah) mekanisme yang terjadi dalam menanggapi berbagai penyakit. LPS mengarah pada pembentukan bekuan darah kecil di dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh. Sebagai gumpalan kecil mengkonsumsi protein koagulasi dan trombosit, koagulasi normal terganggu dan abnormal pendarahan terjadi dari kulit (misalnya dari situs di mana contoh darah diambil ), yang saluran pencernaan , dengan saluran pernafasan dan luka bedah. Gumpalan kecil juga mengganggu aliran darah normal ke organ (seperti ginjal), yang dapat berfungsi sebagai hasilnya.
DIC dapat terjadi secara akut tetapi juga pada kronis, secara lebih lambat, tergantung pada masalah mendasar. Hal ini umum dalam sakit kritis, dan dapat berpartisipasi dalam pengembangan kegagalan organ multiple, yang dapat mengakibatkan kematian.
B. Etiologi
Penyebab paling umum adalah sepsis, yang merupakan peradangan besar di seluruh tubuh karena adanya etiologi menular. Penyebab umum lainnya termasuk trauma dan kerusakan jaringan, serta keganasan. Kandungan menyebabkan juga dapat menyebabkan DIC.
C. Patofisiolgis
Koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulation, DIC) adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebuar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali. Pada mulanya, cedera pada jaringan yang disebabkan oleh penyakit primer (mis, infeksi atau trauma) mengaktifkan mekanisme yang membebaskan trombin, yang diperlukan untuk pembentukan fibrin pembekuan, ke dalam sirkulasi. Trombin juga mengaktifkan proses yang diperlukan untuk perombakan fibrin dan fibrinogen sehingga terbentuk fibrin dan prduk degradasi fibrinogen (fibrinogen degradation products, FDP). FDP dalam sirkulasi bekerja sebagai antikoagulan. DIC ditandai dengan tiga gejala utama berikut : (1) perdarahan umum ; (2) iskemia yang disebabkan oleh trombi, perubahan hemodinamik, dan kekacauan metablik, yang turut berperan terhadap terjadinya gagal multiorgan, dan (3) anemia. Prognosis bergantung pada berbagai faktor yang mencakup beratnya kondisi primer dan sekunder.
D. Manifestasi Klinis
1. Perdarahan spontan
2. Hipoksia
3. Rembesan pada kulit
4. Petekie
5. Ekimosis
6. Nyeri
7. Gejala berdasarkan berat dan luasnya keterlibatan organ
a. Ginjal, Oliguria, anuria
b. Sistem saraf pusat : perubahan status mental
c. Kulit : berbintik, lesi nekrotik ; sianosis.
E. Prosedur Diagnostik
1. Insidens pastinya tidak diketahui.
2. DIC terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
3. DIC terjadi karena cedera atau penyakit yang mendasarinya.
4. Angka mortalitasnya tinggi.
F. Penatalaksanaan Keperawatan
Fokus utama dalam penatalaksanaan medis DIC adalah mengatasi penyakit primer atau cedera yang mengawali koagulopati. Dengan mengatasi masalah yang mendasari, DIC dapat dikendalikan sehingga koagulasi normal dapat pulih kembali. Pengobatan terhadap infeksi, syok, asidosis, dan hipoksia harus dijadikan prioritas. Terapi penggantian cairan dengan kristaloid sangat penting dilakukan dalam tahap awal syok. Meskipun terapi penggantian darah dengan darah engkap,kriopresipitat, sel darah merah, plasma beku segar, dan trombosit sering kali diperlukan, tetapi hal ini tetap saja berisiko, karena produk-produk ini dapat meningkatkan proses pembekuan. Terapi heparin telah dianjurkan karena heparin mengganggu proses koagulasi dan melawan produk trombin. Namun, terapi ini masih sangat kontroversial dan dapat meningkatkan perdarahan. Secara keseluruhan, terapi harus disesuaikan dengan data klinis dan data laboratorium yang ada.
1. Diagnosa Keperawatan
- Resiko defisiti volume cairan
- Ketidakefektifan perfusi jaringan
- Gangguan pertukaran gas
- Nyeri
- Risiko kerusakan integritas kulit
- Risiko cedera
- Risiko infeksi
- Ansietas.
2. Intervensi
a. Pantau status klinis ; laporkan setiap perubahan yang bermakna.
- Pantau adanya tanda-tanda hemoragi-perdarahan, petekei, rembesan kutaneun, dispnea, letargi, pucat, peningkatan denyut apikal, penurunan tekanan darah, sakit kepala, pusing, kelemahan otot, gelisah.
- Pantau adanya tanda-tanda iskemia – perubahan tingkat kesadaran, penurunan haluaran urine, perubahan pada EKG, ekstremitas gangren, kulit berbercak, lesi kulit nekrotik, gagal napas.
b. Kendalikan perdarahan
- Jangan mengganggu bekuan.
- Gunakan tekanan untuk mengendalikan perdarahan bila mungkin.
- Berikan produk darah dengan aman
- Pantau perdarahan secara ketat-inspeksi kulit dengan cermat.
- Ukur kehilangan darah
- Pantau data laboratorium
- Uji haluaran urine terhadap perdarahan nyata dan samar
c. Tingkatkan okseigenasi yang adekuat
- Posisikan anak agar ventilasinya efektif.
- Berikan oksigen dan pantau responsinya.
- Lakukan pengkajian pernapasan dengan sering.
- Kurangi kebutuha oksigen.
- Kendalikan stimulus dari lingkungan.
d. Lakukan tindakan untuk mengatasi atau mengendalikan nyeri.
- Imobilisasi sendi.
- Beri kompres hangat atau dingin.
- Gunakan tempat tidur ayun.
- Gunakan kasur udara
- Ubah posisi anak dengan sering
- Berikan perawatan mulut dan kulit
- Gunakan skala nyeri untuk mengkaji derajat nyeri.
- Berikan obat antinyeri.
e. Pantau respons terapeutik dan respons yang tidak diinginkan terhadap pemberian produk darah.
- Trombosit untuk mengurangi perdarahan, mengoreksi hitung trombosit rendah.
- Plasma beku segar untuk mengoreksi defisiensi fibrinogen, protrombin, faktor II, faktor VIII, dan defisiensi faktor lain.
- Darah segara lengkap dan PRC untuk mempertahankan hematokrot.
f. Pantau respons terapeutik anak dan respons yang tidak diinginkan terhadap pemberian heparin.
g. Beri dukungan bagi pasien dan keluarganya.
- Identifikasi adanya defisit pengetahuan.
- Berikan informasi yang akurat.
- Berikan jawaban jujur dengan istilah yang jelas dan singkat.
- Pilih perawat yang konsisten.
BAB III
KESIMPULAN
DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyakit DIC ?
2. Apakah gejala-gejala DIC ?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan keperawatan DIC ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui penyakit DIC.
2. Mengetahui penyebab penyakit DIC.
3. Mengetahui penatalaksanaan penyakit DIC.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi DIC
Koagulasi intravaskuler yang menyebar (DIC), juga dikenal sebagai koagulopati konsumtif, adalah patologis aktivasi koagulasi (pembekuan darah) mekanisme yang terjadi dalam menanggapi berbagai penyakit. LPS mengarah pada pembentukan bekuan darah kecil di dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh. Sebagai gumpalan kecil mengkonsumsi protein koagulasi dan trombosit, koagulasi normal terganggu dan abnormal pendarahan terjadi dari kulit (misalnya dari situs di mana contoh darah diambil ), yang saluran pencernaan , dengan saluran pernafasan dan luka bedah. Gumpalan kecil juga mengganggu aliran darah normal ke organ (seperti ginjal), yang dapat berfungsi sebagai hasilnya.
DIC dapat terjadi secara akut tetapi juga pada kronis, secara lebih lambat, tergantung pada masalah mendasar. Hal ini umum dalam sakit kritis, dan dapat berpartisipasi dalam pengembangan kegagalan organ multiple, yang dapat mengakibatkan kematian.
B. Etiologi
Penyebab paling umum adalah sepsis, yang merupakan peradangan besar di seluruh tubuh karena adanya etiologi menular. Penyebab umum lainnya termasuk trauma dan kerusakan jaringan, serta keganasan. Kandungan menyebabkan juga dapat menyebabkan DIC.
C. Patofisiolgis
Koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulation, DIC) adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebuar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali. Pada mulanya, cedera pada jaringan yang disebabkan oleh penyakit primer (mis, infeksi atau trauma) mengaktifkan mekanisme yang membebaskan trombin, yang diperlukan untuk pembentukan fibrin pembekuan, ke dalam sirkulasi. Trombin juga mengaktifkan proses yang diperlukan untuk perombakan fibrin dan fibrinogen sehingga terbentuk fibrin dan prduk degradasi fibrinogen (fibrinogen degradation products, FDP). FDP dalam sirkulasi bekerja sebagai antikoagulan. DIC ditandai dengan tiga gejala utama berikut : (1) perdarahan umum ; (2) iskemia yang disebabkan oleh trombi, perubahan hemodinamik, dan kekacauan metablik, yang turut berperan terhadap terjadinya gagal multiorgan, dan (3) anemia. Prognosis bergantung pada berbagai faktor yang mencakup beratnya kondisi primer dan sekunder.
D. Manifestasi Klinis
1. Perdarahan spontan
2. Hipoksia
3. Rembesan pada kulit
4. Petekie
5. Ekimosis
6. Nyeri
7. Gejala berdasarkan berat dan luasnya keterlibatan organ
a. Ginjal, Oliguria, anuria
b. Sistem saraf pusat : perubahan status mental
c. Kulit : berbintik, lesi nekrotik ; sianosis.
E. Prosedur Diagnostik
1. Insidens pastinya tidak diketahui.
2. DIC terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
3. DIC terjadi karena cedera atau penyakit yang mendasarinya.
4. Angka mortalitasnya tinggi.
F. Penatalaksanaan Keperawatan
Fokus utama dalam penatalaksanaan medis DIC adalah mengatasi penyakit primer atau cedera yang mengawali koagulopati. Dengan mengatasi masalah yang mendasari, DIC dapat dikendalikan sehingga koagulasi normal dapat pulih kembali. Pengobatan terhadap infeksi, syok, asidosis, dan hipoksia harus dijadikan prioritas. Terapi penggantian cairan dengan kristaloid sangat penting dilakukan dalam tahap awal syok. Meskipun terapi penggantian darah dengan darah engkap,kriopresipitat, sel darah merah, plasma beku segar, dan trombosit sering kali diperlukan, tetapi hal ini tetap saja berisiko, karena produk-produk ini dapat meningkatkan proses pembekuan. Terapi heparin telah dianjurkan karena heparin mengganggu proses koagulasi dan melawan produk trombin. Namun, terapi ini masih sangat kontroversial dan dapat meningkatkan perdarahan. Secara keseluruhan, terapi harus disesuaikan dengan data klinis dan data laboratorium yang ada.
1. Diagnosa Keperawatan
- Resiko defisiti volume cairan
- Ketidakefektifan perfusi jaringan
- Gangguan pertukaran gas
- Nyeri
- Risiko kerusakan integritas kulit
- Risiko cedera
- Risiko infeksi
- Ansietas.
2. Intervensi
a. Pantau status klinis ; laporkan setiap perubahan yang bermakna.
- Pantau adanya tanda-tanda hemoragi-perdarahan, petekei, rembesan kutaneun, dispnea, letargi, pucat, peningkatan denyut apikal, penurunan tekanan darah, sakit kepala, pusing, kelemahan otot, gelisah.
- Pantau adanya tanda-tanda iskemia – perubahan tingkat kesadaran, penurunan haluaran urine, perubahan pada EKG, ekstremitas gangren, kulit berbercak, lesi kulit nekrotik, gagal napas.
b. Kendalikan perdarahan
- Jangan mengganggu bekuan.
- Gunakan tekanan untuk mengendalikan perdarahan bila mungkin.
- Berikan produk darah dengan aman
- Pantau perdarahan secara ketat-inspeksi kulit dengan cermat.
- Ukur kehilangan darah
- Pantau data laboratorium
- Uji haluaran urine terhadap perdarahan nyata dan samar
c. Tingkatkan okseigenasi yang adekuat
- Posisikan anak agar ventilasinya efektif.
- Berikan oksigen dan pantau responsinya.
- Lakukan pengkajian pernapasan dengan sering.
- Kurangi kebutuha oksigen.
- Kendalikan stimulus dari lingkungan.
d. Lakukan tindakan untuk mengatasi atau mengendalikan nyeri.
- Imobilisasi sendi.
- Beri kompres hangat atau dingin.
- Gunakan tempat tidur ayun.
- Gunakan kasur udara
- Ubah posisi anak dengan sering
- Berikan perawatan mulut dan kulit
- Gunakan skala nyeri untuk mengkaji derajat nyeri.
- Berikan obat antinyeri.
e. Pantau respons terapeutik dan respons yang tidak diinginkan terhadap pemberian produk darah.
- Trombosit untuk mengurangi perdarahan, mengoreksi hitung trombosit rendah.
- Plasma beku segar untuk mengoreksi defisiensi fibrinogen, protrombin, faktor II, faktor VIII, dan defisiensi faktor lain.
- Darah segara lengkap dan PRC untuk mempertahankan hematokrot.
f. Pantau respons terapeutik anak dan respons yang tidak diinginkan terhadap pemberian heparin.
g. Beri dukungan bagi pasien dan keluarganya.
- Identifikasi adanya defisit pengetahuan.
- Berikan informasi yang akurat.
- Berikan jawaban jujur dengan istilah yang jelas dan singkat.
- Pilih perawat yang konsisten.
BAB III
KESIMPULAN
DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak terkendali
ASKEP POLYCYTHEMIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Polycythemia adalah kondisi yang berakibat pada naiknya tingkat sel-sel darah merah yang bersirkulasi dalam aliran darah. Orang-orang dengan Polycythemia mempunyai peningkatan pada hematrocrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah diatas batasan-batasan normal. Polycythemia normalnya dilaporkan dalam istilah-istilah dari peningkatan hematocrit atau hemoglobin.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mempelajari tentang Asuhan Keperawatan tentang Polycythemia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Polycythemia adalah kondisi yang berakibat pada naiknya tingkat sel-sel darah merah yang bersirkulasi dalam aliran darah. Orang-orang dengan Polycythemia mempunyai peningkatan pada hematrocrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah diatas batasan-batasan normal. Polycythemia normalnya dilaporkan dalam istilah-istilah dari peningkatan hematocrit atau hemoglobin.
Polycythemia dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu primer dan sekunder :
1. Polycythemia primer : pada polycythemia primer peningkata pada sel-sel darah merah disebabkan oleh persoalan-persoalan yang melekat pada proses produksi sel darah merah.
2. Polycythemia sekunder : Polycythemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon pada faktor-faktor lain atau kondisi-kondisi yang mendasarinya yang memajukan produksi sel darah merah.
B. Etiologi
1. Kelelahan
2. Sakit kepala
3. Gatal
4. Memar
5. Nyeri sendi dan nyeri perut
C. Patofisiologi
Policitemia
↓
Eritrositosis
↓
Gangguan aliran darah
↓
Viskositas darah
↓
Trombhus stroke
D. Manifestasi Klinis
1. Muka kemerah-merahan (pletora) gambaran pembuluh darah di kulit / siput lendir dan konjungtiva hiperemia sebagai akibat peningkatan masa eritrosit.
2. Hiper fispositas yang menyebabkan menurunnya aliran darah sehingga terjadi hipoksia. Jaringan dengan manifestasi klinis sakit kepala, dizzines, vertiga, tinitus, gangguan penglihatan.
3. Manifesktasi perdarahan (10-20% penderita) : epistaksis, perdarahan fraktur gastro intestinal, serta abnormalitas pembekuan.
4. Manifestasi trombosit arteri dan vena : gangguan serebro vasculer, infakt moi kardium, infak paru-paru, trombisis vena hepatika.
5. Splenomigali
6. Hepatomigali
7. Proritus urtikaria
8. Gout.
E. Prosedur Diganostik
Pemeriksaa diagnostik yang dilakukan pada klien ini adalah sebagai berikut :
1. Apusan darah tepi
Eritrosit : Normosiver nomokrom (pada awal penyakit), anisositesis, poikilositosis pada transisi menjadi milofibrosis.
Leukosit : dengan pergeseran ke kiri, basofilia
Trombosit : trombositosis, kadang-kadang disertai morfologi abnormal dua
2. Sum-sum tulang : Biasanya hiperseluler dengan hiper plasia semua elemen sum-sum tulang pada mio legram didapatkan presentasi mormoblas aga meningkat, mieloblas mieolesis dapat meningkatn, serta eisonevil dan basovil meningkat.
3. Meningkatnya HP berkisar 18-24%.
4. Meningkatnya Hemetokit dapat mencapai > 60%
5. Meningkatnya eritrosit 7-10 / mm3
6. Fiskositas darah meningkat 5-8 x normal.
7. Leukositosis 12000-2500 / mm3.
8. Trombositosis 450.000-800.000/mm3
9. Volum darah meningkat
10. Hiperuripemia
F. Penatalaksanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan sel darah merah dan volume darah.
2. Resiko tinggi perubahan perfungsi jaringan perifer berhubungan dengan pembentukan trombus skunder.
3. Risiko tinggi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan rencana tindakan, kesulitan penyesuaian terhadap kondisi kronis.
a. Dx I
Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan sel darah merah dan volume darah.
b. Tujuan
Klien mampu mendemonstrasikan hilangnya kelebihan vol cairan dan agar volume cairan dalam batas normal.
c. Intervensi
1) Batas masukan cairan bila gejala kelebihan cairan seperti relas hipertensi nadi kuat atau meningkatkan frekuensi normal.
Rasional : (untuk mencegah kelebihan lebih lanjut).
2) Atur terhadap flebotomi sesuai ketentuan, konsultasikan ke dokter bila TTV, BH, hematokrit, natrium serum tetap tinggi setelah jumlah darah yang ditentukan telah dikeluarkan.
Rasional : (normalnya nilai-nilai pasca flebotomi harus menurunkan nilai pra flebotomi).
3) Sebelum dan sesudah flebotomi, pantau adanya tanda-tanda sebagai berikut :
a. Tekanan darah dan pernafasan.
b. Hasil pemeriksaan elektrolit serum.
c. Hasil pemeriksaan darah lengkap.
d. Berat badan.
Rasional : (untuk mengevaluasi keefektifan terapi)
4) Berikan obat-obatan yang diberikan untuk mengkontrol poliferasi dari sel-sel darah dan evaluasi keefektifan.
Rasional : (farmakoterapi sepanjang hidup diperlukan secara efektif untuk mengkontrol plicitemia vera).
d. Implementasi
1) Kaji TTV agar dalam batas normal.
2) Berikan klien obat diuretik agar volume cian kembali normal.
3) Informasikan kepada klien agar konsultasi ke dokter bila TTV, hb, hematorkrit, Na serum tetap tinggi.
e. Evaluasi
1) Berpartisipasi dalam aktivitas tanpa mengalami tahipneu, tahikardi dan kelelahan.
2) Hasil lab dari darah lengkap dan serum dalam batas normal.
3) Bunyi nafas bersih
4) Berhubungan dengan berat badan.
5) TTV dalam batas normal.
a. Dx II
Gangguan risiko tinggi perubahan perfusi yang berhubungan dengan pembentukan trombus sekunder.
b. Tujuan
Agar perfusi jaringan klien berada dalam keadaan normal.
c. Intervensi
1) Anjurkan klien melakukan latihan rentang gerak aktif.
Rasional : (imobilisasi mempredisposisikan klien pada pembuluh trombus)
2) Anjurkan masukan cairan bila tidak ada gejala-gejala kelebihan beban cairan.
Rasional : (cairan membuat menurunkan viskositas darah).
3) Pantau :
a) Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap, khusus hematokrit.
b) Status vascular periver setiap 8 jam.
Rasional : (untuk mendeteksi komplikasi dini).
4) Beritahu dokter bila terjadi pembentukan trombus berupa :
• AP
• Klaudikasi intermiten.
• Tromboflebisitas
Rasional : (obstruksi pembuluh darah tombus mempengaruhi aliran darah di sekitar jaringan sehingga terjadi iskemia.)
d. Implementasi
1) Awasi tanda-tanda vital klien, kaji pngisian kapiler.
2) Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
3) Vasokontriksi ke organ untuk menurunkan sirkulasi perifer.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium : HB dan HT.
e. Evaluasi
Kriteria evaluasi pada klien ini adalah jika tidak ada perdarahan berlebihan dan tanda-tanda trombothibitis. Hasil yang diharapkan dari klien adalah klien menunjukkan perfusi jaringan tetap adekuat.
a. Dx. III
Gangguan risiko perubahan penatalkasanaan, pemeliharaan dirumah yang beruhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan rencana tindakan.
b. Tujuan
Agar pengetahuan klien mengenai perubahan penatalaksanaan di rumah dapat terpenuhi.
c. Intervensi
1) Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang mengalami penyakit kronis, Berikan jawaban yang benar untuk menghilangkan adanya kesalahan persepsi
Rasional : (pengungkapan perasan memudahkan kopping, pengetahuan yang akurat tentang situasi yang dialami dapat membantu mengurangi ansietas).
2) Instruksikan klien untuk mencari pertolongan medis bila gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi atau terjadi pembuluh trombus.
Rasional : (intervensi segera diperlukan untuk mencegah kerusakan jaringan permanen).
3) Senantiasa memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan laboratorium kepada klien.
Rasional : (untuk meningkatkan keterlibatan klien dalam melakukan tanggung jawab dalam mempertahankan kesehatannya sendiri)
d. Implementasi
1) Ajak klien agar mau mengungkapkan perasaannya.
2) Jelaskan pada pasien tentang penatalaksanan pemeliharaan di rumah tentang penyakitnya.
3) Beritahu klien agar mampu mendemonstrasikan keinginan untuk memenuhi rencana tindakan.
e. Evaluasi
1) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan rencana tindakan.
2) Mengungkapkan rencana-rencana untuk menggabungkan rencana tindakan dalam hidup baru.
3) Hasil yang diharapkan dari klien adalah klien mampu mendemonstrasikan keinginan untuk memenuhi rencana tindakan.
BAB III
KESIMPULAN
Polycythemia adalah kondisi yang berakibat pada naiknya tingkat sel-sel darah merah yang bersirkulasi dalam aliran darah.
Polycythemia dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu primer dan sekunder :
- Polycythemia primer : pada polycythemia primer peningkata pada sel-sel darah merah disebabkan oleh persoalan-persoalan yang melekat pada proses produksi sel darah merah.
- Polycythemia sekunder : Polycythemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon pada faktor-faktor lain atau kondisi-kondisi yang mendasarinya yang memajukan produksi sel darah merah.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Polycythemia adalah kondisi yang berakibat pada naiknya tingkat sel-sel darah merah yang bersirkulasi dalam aliran darah. Orang-orang dengan Polycythemia mempunyai peningkatan pada hematrocrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah diatas batasan-batasan normal. Polycythemia normalnya dilaporkan dalam istilah-istilah dari peningkatan hematocrit atau hemoglobin.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mempelajari tentang Asuhan Keperawatan tentang Polycythemia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Polycythemia adalah kondisi yang berakibat pada naiknya tingkat sel-sel darah merah yang bersirkulasi dalam aliran darah. Orang-orang dengan Polycythemia mempunyai peningkatan pada hematrocrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah diatas batasan-batasan normal. Polycythemia normalnya dilaporkan dalam istilah-istilah dari peningkatan hematocrit atau hemoglobin.
Polycythemia dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu primer dan sekunder :
1. Polycythemia primer : pada polycythemia primer peningkata pada sel-sel darah merah disebabkan oleh persoalan-persoalan yang melekat pada proses produksi sel darah merah.
2. Polycythemia sekunder : Polycythemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon pada faktor-faktor lain atau kondisi-kondisi yang mendasarinya yang memajukan produksi sel darah merah.
B. Etiologi
1. Kelelahan
2. Sakit kepala
3. Gatal
4. Memar
5. Nyeri sendi dan nyeri perut
C. Patofisiologi
Policitemia
↓
Eritrositosis
↓
Gangguan aliran darah
↓
Viskositas darah
↓
Trombhus stroke
D. Manifestasi Klinis
1. Muka kemerah-merahan (pletora) gambaran pembuluh darah di kulit / siput lendir dan konjungtiva hiperemia sebagai akibat peningkatan masa eritrosit.
2. Hiper fispositas yang menyebabkan menurunnya aliran darah sehingga terjadi hipoksia. Jaringan dengan manifestasi klinis sakit kepala, dizzines, vertiga, tinitus, gangguan penglihatan.
3. Manifesktasi perdarahan (10-20% penderita) : epistaksis, perdarahan fraktur gastro intestinal, serta abnormalitas pembekuan.
4. Manifestasi trombosit arteri dan vena : gangguan serebro vasculer, infakt moi kardium, infak paru-paru, trombisis vena hepatika.
5. Splenomigali
6. Hepatomigali
7. Proritus urtikaria
8. Gout.
E. Prosedur Diganostik
Pemeriksaa diagnostik yang dilakukan pada klien ini adalah sebagai berikut :
1. Apusan darah tepi
Eritrosit : Normosiver nomokrom (pada awal penyakit), anisositesis, poikilositosis pada transisi menjadi milofibrosis.
Leukosit : dengan pergeseran ke kiri, basofilia
Trombosit : trombositosis, kadang-kadang disertai morfologi abnormal dua
2. Sum-sum tulang : Biasanya hiperseluler dengan hiper plasia semua elemen sum-sum tulang pada mio legram didapatkan presentasi mormoblas aga meningkat, mieloblas mieolesis dapat meningkatn, serta eisonevil dan basovil meningkat.
3. Meningkatnya HP berkisar 18-24%.
4. Meningkatnya Hemetokit dapat mencapai > 60%
5. Meningkatnya eritrosit 7-10 / mm3
6. Fiskositas darah meningkat 5-8 x normal.
7. Leukositosis 12000-2500 / mm3.
8. Trombositosis 450.000-800.000/mm3
9. Volum darah meningkat
10. Hiperuripemia
F. Penatalaksanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan sel darah merah dan volume darah.
2. Resiko tinggi perubahan perfungsi jaringan perifer berhubungan dengan pembentukan trombus skunder.
3. Risiko tinggi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan rencana tindakan, kesulitan penyesuaian terhadap kondisi kronis.
a. Dx I
Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan sel darah merah dan volume darah.
b. Tujuan
Klien mampu mendemonstrasikan hilangnya kelebihan vol cairan dan agar volume cairan dalam batas normal.
c. Intervensi
1) Batas masukan cairan bila gejala kelebihan cairan seperti relas hipertensi nadi kuat atau meningkatkan frekuensi normal.
Rasional : (untuk mencegah kelebihan lebih lanjut).
2) Atur terhadap flebotomi sesuai ketentuan, konsultasikan ke dokter bila TTV, BH, hematokrit, natrium serum tetap tinggi setelah jumlah darah yang ditentukan telah dikeluarkan.
Rasional : (normalnya nilai-nilai pasca flebotomi harus menurunkan nilai pra flebotomi).
3) Sebelum dan sesudah flebotomi, pantau adanya tanda-tanda sebagai berikut :
a. Tekanan darah dan pernafasan.
b. Hasil pemeriksaan elektrolit serum.
c. Hasil pemeriksaan darah lengkap.
d. Berat badan.
Rasional : (untuk mengevaluasi keefektifan terapi)
4) Berikan obat-obatan yang diberikan untuk mengkontrol poliferasi dari sel-sel darah dan evaluasi keefektifan.
Rasional : (farmakoterapi sepanjang hidup diperlukan secara efektif untuk mengkontrol plicitemia vera).
d. Implementasi
1) Kaji TTV agar dalam batas normal.
2) Berikan klien obat diuretik agar volume cian kembali normal.
3) Informasikan kepada klien agar konsultasi ke dokter bila TTV, hb, hematorkrit, Na serum tetap tinggi.
e. Evaluasi
1) Berpartisipasi dalam aktivitas tanpa mengalami tahipneu, tahikardi dan kelelahan.
2) Hasil lab dari darah lengkap dan serum dalam batas normal.
3) Bunyi nafas bersih
4) Berhubungan dengan berat badan.
5) TTV dalam batas normal.
a. Dx II
Gangguan risiko tinggi perubahan perfusi yang berhubungan dengan pembentukan trombus sekunder.
b. Tujuan
Agar perfusi jaringan klien berada dalam keadaan normal.
c. Intervensi
1) Anjurkan klien melakukan latihan rentang gerak aktif.
Rasional : (imobilisasi mempredisposisikan klien pada pembuluh trombus)
2) Anjurkan masukan cairan bila tidak ada gejala-gejala kelebihan beban cairan.
Rasional : (cairan membuat menurunkan viskositas darah).
3) Pantau :
a) Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap, khusus hematokrit.
b) Status vascular periver setiap 8 jam.
Rasional : (untuk mendeteksi komplikasi dini).
4) Beritahu dokter bila terjadi pembentukan trombus berupa :
• AP
• Klaudikasi intermiten.
• Tromboflebisitas
Rasional : (obstruksi pembuluh darah tombus mempengaruhi aliran darah di sekitar jaringan sehingga terjadi iskemia.)
d. Implementasi
1) Awasi tanda-tanda vital klien, kaji pngisian kapiler.
2) Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
3) Vasokontriksi ke organ untuk menurunkan sirkulasi perifer.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium : HB dan HT.
e. Evaluasi
Kriteria evaluasi pada klien ini adalah jika tidak ada perdarahan berlebihan dan tanda-tanda trombothibitis. Hasil yang diharapkan dari klien adalah klien menunjukkan perfusi jaringan tetap adekuat.
a. Dx. III
Gangguan risiko perubahan penatalkasanaan, pemeliharaan dirumah yang beruhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan rencana tindakan.
b. Tujuan
Agar pengetahuan klien mengenai perubahan penatalaksanaan di rumah dapat terpenuhi.
c. Intervensi
1) Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang mengalami penyakit kronis, Berikan jawaban yang benar untuk menghilangkan adanya kesalahan persepsi
Rasional : (pengungkapan perasan memudahkan kopping, pengetahuan yang akurat tentang situasi yang dialami dapat membantu mengurangi ansietas).
2) Instruksikan klien untuk mencari pertolongan medis bila gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi atau terjadi pembuluh trombus.
Rasional : (intervensi segera diperlukan untuk mencegah kerusakan jaringan permanen).
3) Senantiasa memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan laboratorium kepada klien.
Rasional : (untuk meningkatkan keterlibatan klien dalam melakukan tanggung jawab dalam mempertahankan kesehatannya sendiri)
d. Implementasi
1) Ajak klien agar mau mengungkapkan perasaannya.
2) Jelaskan pada pasien tentang penatalaksanan pemeliharaan di rumah tentang penyakitnya.
3) Beritahu klien agar mampu mendemonstrasikan keinginan untuk memenuhi rencana tindakan.
e. Evaluasi
1) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan rencana tindakan.
2) Mengungkapkan rencana-rencana untuk menggabungkan rencana tindakan dalam hidup baru.
3) Hasil yang diharapkan dari klien adalah klien mampu mendemonstrasikan keinginan untuk memenuhi rencana tindakan.
BAB III
KESIMPULAN
Polycythemia adalah kondisi yang berakibat pada naiknya tingkat sel-sel darah merah yang bersirkulasi dalam aliran darah.
Polycythemia dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu primer dan sekunder :
- Polycythemia primer : pada polycythemia primer peningkata pada sel-sel darah merah disebabkan oleh persoalan-persoalan yang melekat pada proses produksi sel darah merah.
- Polycythemia sekunder : Polycythemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon pada faktor-faktor lain atau kondisi-kondisi yang mendasarinya yang memajukan produksi sel darah merah.
Langganan:
Postingan (Atom)